Setelah
membaca draft buku berjudul Pesisir Selatan dalam Dasawarsa 1995-2005 di
bawah Kepemimpinan Bupati Darizal Basir, maka kesan awal yang dapat
ditangkap lebih pada semangat pengabdian yang ditunjukkan oleh seorang putra
daerah di kampung halamannya, ketimbang sekedar catatan perjalanan seorang
kepala daerah dalam masa jabatannya seperti yang lazim kita temukan.
Pendeskripsiannya terasa tidak berkesan formal karena dikemas dalam jalinan
fakta-fakta yang jauh dari kaku. Kombinasi fakta dan inferensi yang terjalin
kuat memberi kesan bahwa penulisannya memang bukan ditujukan semata sebagai
progress report suatu episode pemerintahan. Meskipun judul buku ini terasa
bernuansa monografi daerah, dan disana sini penulis masih memerlukan tampilnya
fakta-fakta numerik dan pointer-pointer
monoton, namun dengan penguraiannya yang tidak sebagai lazimnya laporan itu, menjadikannya
enak untuk dibaca dan sarat informasi. Namun tentu akan lebih menarik lagi,
bila judul buku ini diredaksikan secara luwes dan tidak formal (bila ini bukan
merupakan keharusan), sehingga kesan awal dari judul tidak langsung memilah
calon pem-baca. Tetapi, bila judul formal ini sulit dihindari, mungkin
diperlukan pemadatan redaksional menjadi : Pesisir Selatan dalam Dasawarsa
Kepemimpinan Darizal Basir 1995-2005.
Kandungan
informasi yang terdapat pada buku ini cukup lengkap, karena ditunjang oleh
penelitian yang sangat memadai dan akurat, sehingga sangat layak dijadikan
rujukan untuk memenej daerah ini bagi pemerintahan selan-jutnya, namun urut
penyajiannya terasa seperti ada ganjalan kecil yang menjadikan alur narasi
terasa melompat. Ketika pada bagian awal deskripsi ten-tang kondisi obyektif
daerah dikemukakan dengan baik sebagai landasan analisis untuk melihat
potensi-potensi yang dimiliki, --bahkan lengkap dengan potensi kultural
historisnya --, namun seketika kita diajak melompat melintasi ruang kronologis
yang panjang dan sekonyong jatuh pada priode 1995. Ini seperti mengabaikan
beberapa episode pra pemerintahan Darizal Basir, yang (mungkin) di dalamnya
terdapat serat-serat potensial yang dapat dijadikan pertimbangan bagi
kesinambungan upaya daerah ini untuk bangkit dan bergerak maju di masa Darizal
sendiri. Pengemukaan episode yang terasa putus ini, menurut saya, sangat perlu
untuk lebih memperlihatkan secara linier gerak pembangunan dalam semua sektor,
yang memang terjadi kenaikan di masanya.
Penempatan
biografi Darizal, menurut hemat kami, perlu
mendapat tempat tersendiri pada buku ini dan seyogianya ditempatkan
sebelum penguraian ten-tang pemerintahan dan pembangunan berbagai sektor di
masa pemerintahan-nya. Ini akan lebih memberikan gambaran utuh terhadap
ketokohannya, karena kemunculan salah seorang putra daerah seperti Darizal ini,
akan meng-gambarkan salah satu aset potensial daerah yang dengan penuh
kesadaran, tampil dalam kondisi di mana potensi seperti ini sangat diperlukan
di masanya dan diharapkan muncul pula pada generasi-genarasi selanjutnya.
Dengan demi-kian bagian yang menuturkan performan Pesisir Selatan tidak menjadi tersedak hanya karena diselingi
dengan riwayat masa kecil Darizal sendiri.
Satu hal
yang perlu dicatatkan dari sajian buku ini ialah keberhasilan Darizal Basir
mengapungkan nama Pesisir Selatan di mata nasional, bahkan interna-sional.
Letak geografis serta lingkungan alam yang selama ini menjadi kendala dalam
pembangunan ekonomi seperti luasnya kawasan hutan lindung serta keterbatasan
akses ekonomi ke dunia luar, ternyata bagi seorang Darizal tidak menjadi
hambatan yang berarti.
Dari
segi isi buku, capaian-capaian pertumbuhan ekonomi serta peningkatan
kelembagaan di masa pemerintahan Darizal Basir telah dikemukakan dengan sangat
teliti, namun minus pada pengemukaan
capaian kultural. Agaknya para-digma strukturalisme yang banyak digunakan di
masa Orde Baru masih mewa-rnai penulisan ini. Paradigma ini cendrung
mengartikan pembangunan sebagai perubahan kearah terwujudnya masyarakat yang
luas dengan struktur yang kompleks. Implikasi pandangan ini sangat terasa,
ketika standar ukur keberha-silan pembangunan yang dikemukakan adalah
indikator-indikator struktural semata, tanpa diimbangi dengan fakta konkrit
tentang ketercapaian tujuan kultural masyarakat. Dalam pengemukaan fakta
budaya, di sektor pariwisata misalnya, indikator itu sangat jelas terlihat, di
mana nuansa kepentingan untuk capaian peningkatan ekonomi, masih sangat
diutamakan.
Terlepas
dari apa yang dikemukakan terdahulu, apa yang disajikan pada buku ini memang
memiliki signifikansi lebih dari sekadar catatan prestisius. Para penulis cukup
arif untuk tidak terjebak pada kesimpulan-kesimpulan tendensius dalam
pengemukaan fakta-fakta, sehingga kesan apologis penulisan seperti layaknya
memoir seorang pejabat, tidak menonjol pada buku ini.
©Irhash
A. Shamad
Painan,
20 Juni 2005
+ comments + 1 comments
beli buku ini dijakarta dimana ya?
Posting Komentar