TERBARU

Membangun Identitas Islam dan Nilai Nilai Edukasi Melalui Seni Kaligrafi

Written By Irhash A. Shamad on 11 Desember 2020 | 10.45

Pengantar

Kemajuan teknologi informasi akhir-akhir ini melaju sangat pesat. Seiring dengan itu pola-pola kehidupan sosial dan budayapun mengalami perubahan dengan cepat. Perubahan mana seringkali tidak diikuti dengan perubahan sikap mental masyarakat, sehingga tidak jarang terjadi cultural shock dengan munculnya fenomena-fenomena baru di tengah-tengah masyarakat. Keadaan ini kemudian berakibat tatanan sosial dan budaya masyarakat menjadi limbung dan kehilangan resistensi, apalagi memasuki era post truth yang dewasa ini mulai pula mewarnai setiap aspek kehidupan sosial budaya dan politik masyarakat.

Salah satu yang diasumsikan sebagai akibat ketidaksiapan masyarakat beradaptasi dengan perubahan budaya itu adalah tergerusnya identitas kultural yang seyogianya menjadi tameng agar tetap bertahan dan menyaring arus deras informasi itu, begitupun kemampuan dalam mengelola informasi secara selektif untuk kepentingan kultural itu sendiri.

Identitas kultural mengacu pada rasa memiliki seseorang terhadap budaya atau kelompok tertentu, itu dapat dilihat dari penggunaan simbol bersama untuk mengidentifikasi kelompok dan membedakannya dengan kelompok yang lain. Internalisasi nilai pada suatu kelompok berdasarkan keyakinan, agama, sejarah, tradisi, norma, dalam praktik sosial budaya kelompok, kemudian mengidentifikasi dengan budaya itu, sekaligus menjadikannya sebagai konsep diri setiap individu di dalamnya. Identitas budaya seperti ini seharusnya  terimplementasi dalam prilaku budaya sehari-hari semisal gaya hidup, pakaian, perumahan, peribadatan, pendidikan, pergaulan, seni dan sebagainya yang pada gilirannya akan melahirkan simbol-simbol dan pemaknaan baru untuk memperkokoh keberadaan nilai budaya itu sendiri.

Seni Kaligrafi dan pembangunan Identitas Keislaman

Sebagai salah satu aktifitas budaya Islam, kaligrafi merupakan bagian dari tradisi yang telah mengalami jalan panjang mengiringi perkembangan Islam itu sendiri. Berawal dari dorongan penggunaan tulisan dalam masyarakat Islam awal, hingga kepentingan untuk memberikan nuansa seni pada tulisan itu sendiri seperti halnya nuansa seni pada pembacaannya (qira`ah), maka seni kaligrafi menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sublimasi nilai Ilahiyyah dalam Islam, dan pengalaman berabad-abad penyempurnaanya oleh para kaligrafer memberikan bukti itu. Berbeda dengan seni kaligrafi lain seperti kaligrafi Cina, kaligrafi Barat, Jepang dan lain-lain, perkembangan kaligrafi Islam dalam prosesnya selalu mengiringi perjalanan syiar Islam itu sendiri, sehingga dinamikanya tidak keluar dari ruas sublimasi nilai-nilai Ilahiyyah, karena selalu mengambil peran dalam merepresentasikan nilai yang terdapat dalam Al-Quran dan Al-Hadits sebagai sumber nilai yang utama dalam Islam.

Sublimasi Ilahiyyah dalam seni kaligrafi Islam telah memberikan citra tersendiri terhadap berbagai aspek budaya fisik Islam lainnya. Hal ini dapat diamati misalnya dari  perkembangan arsitektur masjid sebagai pusat aktifitas keagamaan umat. Sebuah masjid tidaklah lengkap bila tidak dicirikan sentuhan seni kaligrafi, demikianpun istana raja, nisan makam, dlsb. Apalagi bila dikaitkan dengan aktifitas keagamaan lainnya seperti penulisan mushaf Al-Quran dan naskah-naskah keagamaan lainnya seperti yang kita amati dari peninggalan budaya di berbagai belahan dunia Islam.

Selain itu seni kaligrafi Islam disadari atau tidak telah pula mengambil peran dalam proses dan transmisi nilai Islam secara terus menerus di tengah masyarakat, bahkan kehadirannya dapat menjadi perangsang religiositas individual umat. Seorang muslim betapapun ia telah menyeleweng dari nilai agamanya, saat ia menyaksikan seni kaligrafi ayat Al-Quran, naluri dasarnya akan tergugah secara gradual untuk kembali kepada ketaatan lewat gubahan huruf-hurufnya yang indah, bahkan ketika pesan ayat itu sendiri tidak serta merta dapat ditangkap melalui tulisan, maka pesan estetisnyalah yang memainkan peranan. Dengan demikian tidaklah berlebihan jika diasumsikan bahwa seni kaligrafi dalam Islam telah  memiliki fungsi simbolik bagi umatnya yang dimaknai sebagai bagian dari sublimasi ketuhanan dalam praktek budaya dalam masyarakat muslim.

Memasuki era teknologi komunikasi yang pesat dan makin terbuka, gelombang peradaban global mulai menggerus nilai-nilai dasar kehidupan muslim, bahkan cendrung mendekonstruksi nilai-nilai yang selama ini telah begitu mapan. Upaya dekonstruksi ini terutama diarahkan pada segmen remaja dan anak-anak melalui berbagai lini kehidupan mereka secara sistematis dengan didukung oleh media informasi secara intensif. Sehingga  membuat generasi muslim secara pelan-pelan mulai “dilonggarkan” pegangan mereka terhadap nilai-nilai yang selama ini diyakini. Oleh karena itu harus ada upaya-upaya  sistematis untuk kembali membangun identitas budaya Islam dalam rangka menumbuhkan nilai keislaman dengan penciptaan simbol-simbol baru yang dapat menggugah suasana keberagamaan masyarakat dalam budaya. Salah satu simbol yang dianggap efektif untuk tujuan itu adalah melalui seni kaligrafi Islam.

Pertanyaan kemudian adalah, kenapa seni kaligrafi Islam?, Ismail Raji Al-Faruqy mengemukakan bahwa kebudayaan Islam memandang bahwa keindahan sebagai nilai tempat bergantungnya seluruh validitas Islam yang terpancar melalui keindahan absolut Allah SWT dengan kekuatan estetika I’jazul Quran sebagai kualitas keindahan yang tidak tertandingi dan tanpa batas, sementara itu diantara seni Al-Quran yang dianggap paling aman dari perdebatan jurisprudensi Islam adalah kaligrafi Al-Quran, disamping tentunya bahwa kaligrafi lebih memiliki spektrum yang lebih luas dan jauh  melampau masa saat ia dikreasikan, di mana impresi keindahan senitulis kaligrafi akan berkekalan selama ia masih dapat disaaksikan dan diapresiasi oleh masyarakat, meskipun penulisnya sudah tidak ada.

Seni Kaligrafi Islam dan Nilai-Nilai Edukasi

Kaligrafi adalah “handasah ruhaniyyah biaalaati jasmaniyyah”, kreatifitas ruhani (jiwa) yang diekspresikan melalui alat jasmani (tangan/qalam), demikian kata salah seorang pioneer kaligrafi Islam Yaqut Al-Musta’shimy. Keindahan dan estetika huruf muncul dari spiritualitas yang menjaga keseimbangan, keserasian dan keharmonian, bukan dari imaginasi yang liar dan bebas. Berkaligrafi artinya mengasah geometri bathin penulis untuk mengekspresikan sesuatu yang dilandasi nilai absolut Ilahiyyah ; karenanya ia merupakan kreatifitas yang bersifat ubudiyyah dalam rangka menyempurnakan keyakinan dengan menyingkirkan nafsu dan emosi, tapi mengutamakan orisinalitas, disiplin dan kepekaan dalam mengolah tulisan menjadi sebuah karya yang memberikan impressi keindahan sekaligus  mengedukasi diri penulis maupun penikmatnya untuk mencari jalan menuju integritas keperibadian yang religious.

Paling tidak ada empat aspek dari aktifitas seni kaligrafi yang dapat membangun nilai-nilai edukasi, terutama bagi kalangan belia, yaitu :

1.     Sebagai upaya pelatihan untuk bersikap cermat dalam pengamatan. Berlatih kaligrafi adalah mengguratkan huruf dengan memperhatikan secara seksama terhadap ukuran, kesimbangan, keharmonian, serta keindahan anatomis yang terukur sebagaimana diajarkan oleh kaidah menulis khat itu sendiri. 

2.   Menumbuhkan sikap tidak gegabah dan pengendalian antusiasme dalam mengekspresikan nilai kedalam prilaku. Mengekspresikan gelombang batin dalam berolah seni dalam kaligrafi menuntut ketaatan normatif penulisan (kaidah khat), sehingga mengaplikasikannya pada aktifitas jasadi menjadi terbatas. Pembiasaan ini akan sangat berpengaruh dalam menuntun prilaku agar lebih terkendali.   

3.   Senantiasa mengasah bathin dengan kehalusan rasa. Menggoreskan huruf bukan hanya keterampilan tangan dalam membuat kejuran dan tarikan kalam, tapi disertai kemampuan menyetarakan hati untuk pertimbangan kelenturan kejuran, bulatan tak sempurna, serta tarikan vertikal dan horizontal yang meliuk, meruncing dsb.. Bahkan untuk mencapai kesempurnaannya terkadang penulisnya harus menahan nafas.    

4.   Mendidik diri untuk senantiasa berperan dalam penyampaian nilai-nilai keislaman kepada orang lain melalui kreatiftas estetis. Kreatifitas berkaligrafi dalam  Islam, senantiasa bermakna penyampaian pesan keislaman, melalui pilihan ayat, bentuk, garis, kontur, komposisi, sampai pada pewarnaan, pencahayaan, iluminasi pendukung dan sebagainya, sehingga pesan itu benar-benar komunikatif, baik secara grafis (tulisan)nya, maupun dan secara estetis (keindahan)nya.

Demikian paparan singkat ini, mudah-mudahan dapat membangkitkan antuasiasme kita dalam berolah kaligrafi dalam rangka membangun identitas dan nilai-nilai edukasi Islam, sebagai pilihan perjuangan li`alaa`i kalimatillah fid-dunya.

Wallahu a’lamu bish-shawab.

© Irhash A. Shamad

Disampaikan pada Webinar Kaligrafi oleh Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Nur Jabalain IAIN Bukittinggi via Zoom Meeting, Minggu tgl 29 Nopember 2020.  

Maklumat

Maklumat
 
Support : Pandani Web Design
Copyright © 2009-2014. Irhash's Cluster - All Rights Reserved
Template Created by Maskolis
Proudly powered by Blogger