Tepat jam 07.00 WSA
(atau jam 11.00 pada jam saya) pesawat SaudiAirline yang membawa kamipun mendarat di King Abdul Aziz Airport Jeddah,
para jamaah undangan ini langsung disambut oleh panitia yang sepertinya sudah
disiapkan khusus. Setelah menyelesaikan urusan imigrasi Bandara yang secara kolektif
juga dibantu oleh panitia, para jamaah undangan diminta untuk mengumpulkan
passport masing-masing dan menyerahkan kepada panitia penyambutan. Setelah itu
kami dibawa menuju tempat makan malam di sebuah restoran Bandara KAA. Di sini,
kami mulai merasakan betapa protein dalam sajian ala Saudi adalah sesuatu yang
sangat penting, sepiring nasi (pulen dengan minyak samin tentunya) dengan lauk
sepotong ayam yang ukurannya sangat luar biasa untuk ukuran Indonesia, serta
sayur mayur dan buah juga minuman kaleng tersaji untuk kami. Betapapun protein
dengan ukuran luar biasa itu, namun karena aroma dan rasa yang mendekati ayam
bakar Indonesia telah ‘memaksa’ saya menghabiskan potongan ayam itu tanpa nasi,
karena nasi pulen dengan minyak samin yang belum terbiasa di lidahku.
Setelah
hidangan makan malam itu kamipun bergerak keluar terminal kedatangan. Beberapa
bis khusus tamu kerajaan telah pula dipersiapkan di terminal kedatangan bandara
KAA untuk membawa kami menuju Makkah al-Mukarramah. Perjalanan darat dari
Jeddah ke Makkah seharusnya ditempuh l.k. 1 jam 20 menit menjadi sedikit
terlambat, karena ketatnya pemeriksaan menjelang masuk Kota Makkah. Meskipun
bis yang digunakan serta penumpang yang ada didalamnya adalah tamu kerajaan,
namun agaknya prosedur pemeriksaan tetap dilaksanakan seperti peziarah-peziarah
lainnya di musim haji. Alhamdulillah jam 10.00 WSA saya bersama rombongan calon
haji undangan Kerajaan akhirnya sampai di hotel Makarim Umm al-Qura yang memang
sudah dipersiapkan untuk penginapan para calon haji tamu kerajaan selama di
Makkah. Di lobby hotel kepada kami masing-masing
dibagikan ID Card khusus Haji tamu Raja Abdullah bin Abdul Aziz. Saya yang
semula heran kenapa passport harus di kumpulkan dan dipegang oleh panitia penyambutan,
saat inipun terjawab. Ternyata ID Card itulah yang menggantikan posisi passport,
sekaligus sebagai jaminan pelayanan yang akan diberikan untuk kami selama
berada di tanah suci.
Masih
dalam pakaian ihram, saya dan jamaah undangan lainnya ke hotel hanya sekedar
untuk memastikan kamar dan menaruh barang-barang bawaan, karena saat ini, meski
sudah malam, keinginan untuk segera thawaf dan sa’i umrah malam ini juga ke
Baitullah makin kuat. Walaupun saat ini terasa bahwa istirahat fisik sangat diperlukan
menurut ukuran perjalanan yang telah ditempuh, namun saya dan beberapa orang
lainnya seperti tidak sabar untuk segera ke Masjidil Haram. Ketidaksabaran itu
telah melupakan rasa lelah dan mengantuk yg semula sangat dirasakan. Jarak
hotel dengan Masjidil Haram kira-kira 1,5 km, dan itu sangat mungkin dilakukan
dengan berjalan kaki saja, karena dugaan kami, panitia tentu belum menyediakan
alat transportasi. Namun, rencana kepergian ini kemudian diketahui oleh pihak
hotel, dan tanpa ha-hu (maksudnya konfirmasi sana-sini), mereka segera
menyiapkan mobil hotel untuk kami yang akan ke Masjidil Haram. Petugas hotel bahkan
menjelaskan, bahwa pihaknya telah menyiapkan beberapa mobil yang dapat
digunakan oleh para tamu setiap saat kapan saja akan pergi dan pulang dari
Masjidil Haram selama 24 jam, alhamdulillahi Rabb al-alamiin….haza min
fadhly Rabby!
Menjelang
tengah malam, kami memasuki masjidil haram yang sudah sangat penuh sesak oleh muthawwif.
Kami semula berusaha untuk berkelompok lebih kurang 7 orang, namun di
pusaran tempat thawaf, kelompok ini jadi terpisah satu persatu, akhirmya aku
dan seorang teman dari Manado yang bertahan dapat bersama hingga putaran ke
tujuh. Di setiap putaran kami berusaha untuk mendekati Ka’batullah agar, paling
tidak, dapat mencium hajar aswad, namun hingga putaran ke tujuh hal itu tidak
kunjung terjangkau akibat padatnya pusaran muthawwif.
Semenjak
memasuki area Masjidil Haram hingga thawaf putaran ketujuh, energi saya terasa
seperti dicharge. Biasanya dalam kondisi seperti ini, apalagi setelah
menempuh perjalanan panjang, tanpa istirahat, akan terjadi penurunan energi
yang luar biasa, namun begitu memasuki Masjidil Haram dan menyaksikan Ka’batullah,
semua kelelahan itu tidak saya rasakan sama sekali, chemistry Baitullah
seperti memberi energi tambahan dengan sangat luar biasa. Selasai thawaf saya
segera mencari posisi untuk shalat sunat di tempat yang paling dekat dengan
maqam Ibrahim, namun padatnya orang yang thawaf, terpaksa shalat sunat hanya
bisa dilaksanakan di pelataran terluar tempat thawaf.
Di
sujud terakhir shalat sunat inilah saya merasakan sesuatu yang sangat aneh pada
diri saya. Memori saya seperti berputar kencang untuk menampilkan berbagai
episode kehidupan pribadi saya, meski saat sujud hal itu saya biarkan berlalu,
namun setelah duduk tahiyat akhir kurasakan banjir airmata yang tercurah begitu
saja di pipiku…sungguh sangat tidak biasa!..entah berapa lama saya sujud tadi juga
hampir saya tidak bisa mengingatnya, lalu kenapa begitu banyak airmata yang
tercurah ketika saya sudah duduk kembali? wallahu a’lam.
Tanpa jeda setelah do’a-do’a di
hadapan maqam Ibrahim, sayapun segera menuju mas’a (tempat sa’i) di bukit
Shafa dan bukit Marwa. Meski tidak mudah berjalan diantara kerumunan orang-orang,
apalagi di dekat Shafa, namun semangat untuk menyelesaikan ‘umrah tetap tinggi,
pada hal sudah hampir jam 02.00 dinihari. Keringat pun terasa membasahi badan
meski blower tempat sa’i tak henti menghembuskan hawa dingin, tapi energi ini,
yang seharusnya sudah melorot, terasa tidak berkurang dan terus menggebu
menyelesaikan sa’i hingga step ke tujuh, dan sa’ipun dapat
diselesaikan menjelang jam 03.00 dinihari.
Selesai
sa’i seharusnya setiap jama’ah ‘umrah menyembelih hewan sebagai hadyu
untuk bisa tahallul, namun saya dan jamaah undangan lainnya agaknya
tidak perlu memikirkan itu, karena sebelum keberangkatan sudah diberi tahu
bahwa hewan sembelihan untuk hadyu akan dibayarkan oleh Raja. Dengan
demikian selesai pelaksanaan sa’i ‘umrah saya dan jama’ah undangan lainnya
dapat secara langsung tahallul tanpa harus memikirkan hadyu….. haza
min fadhly Rabby!.
Setelah
mengerjakan sa’i, saya seharusnya segera melakukan tahallul untuk bisa
melepas pakaian ihram, namun saya tidak mempersiapkan gunting untuk
melakukannya sendiri, karena itu, saya berusaha mencari-cari kalau ada jama’ah lain
yang sedang tahallul. Sambil berjalan diantara kerumunan orang-orang di lorong
keluar mas’a, saya berharap ada diantara jama’ah yang bisa dimintai
tolong, akan tetapi hingga sampai ke pelataran luar masjidil haram saya tidak
menemukannya. Akhirnya dengan berjalan di sela-sela arus keramaian jama’ah yang
hendak shalat shubuh, saya mencoba berjalan lebih keluar pelataran untuk bertahallul,
namun tetap sia-sia. Tanpa terfikir bahwa waktu shubuh sudah dekat, sayapun memutuskan kembali ke hotel untuk bisa tahallul.
Dengan dibantu oleh salah seorang staf hotel akhirnya tahallulpun
dapat dilaksanakan, artinya ibadah ‘umrah pun selesai. Namun untuk melaksanakan
shalat shubuh di Masjidil Haram sudah tidak memungkinkan karena seiring tahallul,
azan shubuhpun sudah berkumandang, dan akhirnya saya shalat shubuh bersama di
hotel setelah mengganti pakaian ihram dengan pakaian biasa.
Pagi
Jum’at 26 September, saat berbaring untuk istirahat di kamar hotel pagi ini,
masih muncul keinginan untuk segera ke Masjidil Haram lagi, tanpa menyadari
bahwa sejak malam saya belum tidur semenitpun sejak keberangkatan dari
Indonesia dan bahkan sampai di Mekkahpun langsung mengerjakan ‘umrah, padahal hari
ini adalah hari Jum’at, dimana pada jam 10.00 juga akan ke Masjidil Haram untuk
shalat jum’at, entah kenapa keinginan itu besar sekali. Namun setelah menyadari
itu, saya paksakan untuk bisa tertidur barang sejam atau dua jam saja. Akhirnya sayapun terbangun jam 10.00 dan setelah
mendapatkan istirahat lebih dua jam, saya segera mempersiapkan diri berangkat
ke masjidil haram untuk melaksanakan shalat jum’at.
Semula
saya memperkirakan bahwa pada jam ini tentu Masjidil Haram masih belum ramai,
jadi bisa mengambil tempat lebih dekat ke Ka’batullah. Namun kenyataannya tidak
sesuai dengan perkiraan. Jama’ah shalat jum’at sudah melimpah ke luar dari pelataran
luar Masjidil Haram, bahkan untuk mencapai pelataran luar saja saya tidak
sanggup karena padatnya jama’ah. Akhirnya terpaksa memutuskan untuk shalat di pinggiran jalan
masuk pelataran luar, dan itupun sudah sangat berdesak-desakan di tengah
teriknya matahari dan suhu yang sangat tinggi (l.k.44 °C), namun saya maupun
jamaah lainnya hampir-hampir tidak menghiraukannya.
Hari ini tamu hotel Makarim
Ummul Qura makin bertambah dengan datangnya rombongan tamu dari negara-negara
lain yang satu persatu check in di hotel ini. Mereka semua adalah calon haji
undangan Kerajaan yang sama dengan kami. Di sore hari kedua ini, tidak banyak
kegiatan yang dilakukan, kecuali berusaha berinteraksi dengan saudara-saudara
muslim kita itu. Sama seperti kami yang datang dari Indonesia, mereka terdiri
dari berbagai professi, ada yang akademisi, lawyer, dokter, ulama, guru, dan
penggiat-penggiat keislaman lainnya di negara masing. Interaksi dengan mereka berlangsung
lancar apalagi bila menyangkut masalah Islam atau masyarakat muslim di negara
masing-masing. Bagi saya, yang dengan kemampuan bahasa asing (Arab/Inggris)
pas-pasan dan tidak aktif, dan dengan sedikit terbata-bata, namun ini
kesempatan ini sangat berharga untuk melatih bicara bahasa Arab dan Inggris
secara aktif. Semula sangat canggung saya rasakan karena menduga para tamu ini
fasih berbahasa Inggris atau Arab, namun setelah komunikasi berjalan, ternyata
hampir semua juga seperti saya, mereka hanya memiliki kemampuan bahasa asing yang
pasif, kecuali mereka dari negara-negara yang berbahasa Arab atau Inggris ....(baca lanjutannya...klik di sini)
© Irhash A. Shamad
© Irhash A. Shamad
+ comments + 2 comments
Subhanallah, bagaimana caranya awal mendapatkan undangan haji dari Raja? terima kasih, jazakumullahu khairan
terima kasih sudah mampir mas,... tapi maaf, saya juga ga tau bagaimana caranya,....saya mendapatkan hanya karena anugerah Allah SWT semata sesuai dgn apa yg saya deskripsikan pd blog ini
Posting Komentar