Home » , , , , » "Hadza Min Fadhli Rabby" : Pengalaman Haji Atas Undangan Raja Saudi Arabia 2014 (Bagian 2)

"Hadza Min Fadhli Rabby" : Pengalaman Haji Atas Undangan Raja Saudi Arabia 2014 (Bagian 2)

Written By Irhash A. Shamad on 11 Februari 2015 | 01.27


Tepat jam 07.00 WSA (atau jam 11.00 pada jam saya) pesawat SaudiAirline yang membawa kamipun  mendarat di King Abdul Aziz Airport Jeddah, para jamaah undangan ini langsung disambut oleh panitia yang sepertinya sudah disiapkan khusus. Setelah menyelesaikan urusan imigrasi Bandara yang secara kolektif juga dibantu oleh panitia, para jamaah undangan diminta untuk mengumpulkan passport masing-masing dan menyerahkan kepada panitia penyambutan. Setelah itu kami dibawa menuju tempat makan malam di sebuah restoran Bandara KAA. Di sini, kami mulai merasakan betapa protein dalam sajian ala Saudi adalah sesuatu yang sangat penting, sepiring nasi (pulen dengan minyak samin tentunya) dengan lauk sepotong ayam yang ukurannya sangat luar biasa untuk ukuran Indonesia, serta sayur mayur dan buah juga minuman kaleng tersaji untuk kami. Betapapun protein dengan ukuran luar biasa itu, namun karena aroma dan rasa yang mendekati ayam bakar Indonesia telah ‘memaksa’ saya menghabiskan potongan ayam itu tanpa nasi, karena nasi pulen dengan minyak samin yang belum terbiasa di lidahku.
Setelah hidangan makan malam itu kamipun bergerak keluar terminal kedatangan. Beberapa bis khusus tamu kerajaan telah pula dipersiapkan di terminal kedatangan bandara KAA untuk membawa kami menuju Makkah al-Mukarramah. Perjalanan darat dari Jeddah ke Makkah seharusnya ditempuh l.k. 1 jam 20 menit menjadi sedikit terlambat, karena ketatnya pemeriksaan menjelang masuk Kota Makkah. Meskipun bis yang digunakan serta penumpang yang ada didalamnya adalah tamu kerajaan, namun agaknya prosedur pemeriksaan tetap dilaksanakan seperti peziarah-peziarah lainnya di musim haji. Alhamdulillah jam 10.00 WSA saya bersama rombongan calon haji undangan Kerajaan akhirnya sampai di hotel Makarim Umm al-Qura yang memang sudah dipersiapkan untuk penginapan para calon haji tamu kerajaan selama di Makkah. Di lobby hotel kepada kami  masing-masing dibagikan ID Card khusus Haji tamu Raja Abdullah bin Abdul Aziz. Saya yang semula heran kenapa passport harus di kumpulkan dan dipegang oleh panitia penyambutan, saat inipun terjawab. Ternyata ID Card itulah yang menggantikan posisi passport, sekaligus sebagai jaminan pelayanan yang akan diberikan untuk kami selama berada di tanah suci.
Masih dalam pakaian ihram, saya dan jamaah undangan lainnya ke hotel hanya sekedar untuk memastikan kamar dan menaruh barang-barang bawaan, karena saat ini, meski sudah malam, keinginan untuk segera thawaf dan sa’i umrah malam ini juga ke Baitullah makin kuat. Walaupun saat ini terasa bahwa istirahat fisik sangat diperlukan menurut ukuran perjalanan yang telah ditempuh, namun saya dan beberapa orang lainnya seperti tidak sabar untuk segera ke Masjidil Haram. Ketidaksabaran itu telah melupakan rasa lelah dan mengantuk yg semula sangat dirasakan. Jarak hotel dengan Masjidil Haram kira-kira 1,5 km, dan itu sangat mungkin dilakukan dengan berjalan kaki saja, karena dugaan kami, panitia tentu belum menyediakan alat transportasi. Namun, rencana kepergian ini kemudian diketahui oleh pihak hotel, dan tanpa ha-hu (maksudnya konfirmasi sana-sini), mereka segera menyiapkan mobil hotel untuk kami yang akan ke Masjidil Haram. Petugas hotel bahkan menjelaskan, bahwa pihaknya telah menyiapkan beberapa mobil yang dapat digunakan oleh para tamu setiap saat kapan saja akan pergi dan pulang dari Masjidil Haram selama 24 jam, alhamdulillahi Rabb al-alamiin….haza min fadhly Rabby!
Menjelang tengah malam, kami memasuki masjidil haram yang sudah sangat penuh sesak oleh muthawwif. Kami semula berusaha untuk berkelompok lebih kurang 7 orang, namun di pusaran tempat thawaf, kelompok ini jadi terpisah satu persatu, akhirmya aku dan seorang teman dari Manado yang bertahan dapat bersama hingga putaran ke tujuh. Di setiap putaran kami berusaha untuk mendekati Ka’batullah agar, paling tidak, dapat mencium hajar aswad, namun hingga putaran ke tujuh hal itu tidak kunjung terjangkau akibat padatnya pusaran muthawwif.
Semenjak memasuki area Masjidil Haram hingga thawaf putaran ketujuh, energi saya terasa seperti dicharge. Biasanya dalam kondisi seperti ini, apalagi setelah menempuh perjalanan panjang, tanpa istirahat, akan terjadi penurunan energi yang luar biasa, namun begitu memasuki Masjidil Haram dan menyaksikan Ka’batullah, semua kelelahan itu tidak saya rasakan sama sekali, chemistry Baitullah seperti memberi energi tambahan dengan sangat luar biasa. Selasai thawaf saya segera mencari posisi untuk shalat sunat di tempat yang paling dekat dengan maqam Ibrahim, namun padatnya orang yang thawaf, terpaksa shalat sunat hanya bisa dilaksanakan di pelataran terluar tempat thawaf.
Di sujud terakhir shalat sunat inilah saya merasakan sesuatu yang sangat aneh pada diri saya. Memori saya seperti berputar kencang untuk menampilkan berbagai episode kehidupan pribadi saya, meski saat sujud hal itu saya biarkan berlalu, namun setelah duduk tahiyat akhir kurasakan banjir airmata yang tercurah begitu saja di pipiku…sungguh sangat tidak biasa!..entah berapa lama saya sujud tadi juga hampir saya tidak bisa mengingatnya, lalu kenapa begitu banyak airmata yang tercurah ketika saya sudah duduk kembali? wallahu a’lam.
Tanpa jeda setelah do’a-do’a di hadapan maqam Ibrahim, sayapun segera menuju mas’a (tempat sa’i) di bukit Shafa dan bukit Marwa. Meski tidak mudah berjalan diantara kerumunan orang-orang, apalagi di dekat Shafa, namun semangat untuk menyelesaikan ‘umrah tetap tinggi, pada hal sudah hampir jam 02.00 dinihari. Keringat pun terasa membasahi badan meski blower tempat sa’i tak henti menghembuskan hawa dingin, tapi energi ini, yang seharusnya sudah melorot, terasa tidak berkurang dan terus menggebu menyelesaikan sa’i hingga step ke tujuh, dan sa’ipun dapat diselesaikan menjelang jam 03.00 dinihari.

Selesai sa’i seharusnya setiap jama’ah ‘umrah menyembelih hewan sebagai hadyu untuk bisa tahallul, namun saya dan jamaah undangan lainnya agaknya tidak perlu memikirkan itu, karena sebelum keberangkatan sudah diberi tahu bahwa hewan sembelihan untuk hadyu akan dibayarkan oleh Raja. Dengan demikian selesai pelaksanaan sa’i ‘umrah saya dan jama’ah undangan lainnya dapat secara langsung tahallul tanpa harus memikirkan hadyu….. haza min fadhly Rabby!.
Setelah mengerjakan sa’i, saya seharusnya segera melakukan tahallul untuk bisa melepas pakaian ihram, namun saya tidak mempersiapkan gunting untuk melakukannya sendiri, karena itu, saya berusaha mencari-cari kalau ada jama’ah lain yang sedang tahallul. Sambil berjalan diantara kerumunan orang-orang di lorong keluar mas’a, saya berharap ada diantara jama’ah yang bisa dimintai tolong, akan tetapi hingga sampai ke pelataran luar masjidil haram saya tidak menemukannya. Akhirnya dengan berjalan di sela-sela arus keramaian jama’ah yang hendak shalat shubuh, saya mencoba berjalan lebih keluar pelataran untuk bertahallul, namun tetap sia-sia. Tanpa terfikir bahwa waktu shubuh sudah dekat, sayapun  memutuskan kembali ke hotel untuk bisa tahallul. Dengan dibantu oleh salah seorang staf hotel akhirnya tahallulpun dapat dilaksanakan, artinya ibadah ‘umrah pun selesai. Namun untuk melaksanakan shalat shubuh di Masjidil Haram sudah tidak memungkinkan karena seiring tahallul, azan shubuhpun sudah berkumandang, dan akhirnya saya shalat shubuh bersama di hotel setelah mengganti pakaian ihram dengan pakaian biasa.
Pagi Jum’at 26 September, saat berbaring untuk istirahat di kamar hotel pagi ini, masih muncul keinginan untuk segera ke Masjidil Haram lagi, tanpa menyadari bahwa sejak malam saya belum tidur semenitpun sejak keberangkatan dari Indonesia dan bahkan sampai di Mekkahpun langsung mengerjakan ‘umrah, padahal hari ini adalah hari Jum’at, dimana pada jam 10.00 juga akan ke Masjidil Haram untuk shalat jum’at, entah kenapa keinginan itu besar sekali. Namun setelah menyadari itu, saya paksakan untuk bisa tertidur barang sejam atau dua jam saja.  Akhirnya sayapun terbangun jam 10.00 dan setelah mendapatkan istirahat lebih dua jam, saya segera mempersiapkan diri berangkat ke masjidil haram untuk melaksanakan shalat jum’at.
Semula saya memperkirakan bahwa pada jam ini tentu Masjidil Haram masih belum ramai, jadi bisa mengambil tempat lebih dekat ke Ka’batullah. Namun kenyataannya tidak sesuai dengan perkiraan. Jama’ah shalat jum’at sudah melimpah ke luar dari pelataran luar Masjidil Haram, bahkan untuk mencapai pelataran luar saja saya tidak sanggup karena padatnya jama’ah. Akhirnya terpaksa  memutuskan untuk shalat di pinggiran jalan masuk pelataran luar, dan itupun sudah sangat berdesak-desakan di tengah teriknya matahari dan suhu yang sangat tinggi (l.k.44 °C), namun saya maupun jamaah lainnya hampir-hampir tidak menghiraukannya.
Hari ini tamu hotel Makarim Ummul Qura makin bertambah dengan datangnya rombongan tamu dari negara-negara lain yang satu persatu check in di hotel ini. Mereka semua adalah calon haji undangan Kerajaan yang sama dengan kami. Di sore hari kedua ini, tidak banyak kegiatan yang dilakukan, kecuali berusaha berinteraksi dengan saudara-saudara muslim kita itu. Sama seperti kami yang datang dari Indonesia, mereka terdiri dari berbagai professi, ada yang akademisi, lawyer, dokter, ulama, guru, dan penggiat-penggiat keislaman lainnya di negara masing. Interaksi dengan mereka berlangsung lancar apalagi bila menyangkut masalah Islam atau masyarakat muslim di negara masing-masing. Bagi saya, yang dengan kemampuan bahasa asing (Arab/Inggris) pas-pasan dan tidak aktif, dan dengan sedikit terbata-bata, namun ini kesempatan ini sangat berharga untuk melatih bicara bahasa Arab dan Inggris secara aktif. Semula sangat canggung saya rasakan karena menduga para tamu ini fasih berbahasa Inggris atau Arab, namun setelah komunikasi berjalan, ternyata hampir semua juga seperti saya, mereka hanya memiliki kemampuan bahasa asing yang pasif, kecuali mereka dari negara-negara yang berbahasa  Arab atau Inggris ....(baca lanjutannya...klik di sini)

© Irhash A. Shamad 
Share this article :

+ comments + 2 comments

12 Juni 2016 pukul 05.51

Subhanallah, bagaimana caranya awal mendapatkan undangan haji dari Raja? terima kasih, jazakumullahu khairan

16 Januari 2018 pukul 17.31

terima kasih sudah mampir mas,... tapi maaf, saya juga ga tau bagaimana caranya,....saya mendapatkan hanya karena anugerah Allah SWT semata sesuai dgn apa yg saya deskripsikan pd blog ini

Posting Komentar

Maklumat

Maklumat
 
Support : Pandani Web Design
Copyright © 2009-2014. Irhash's Cluster - All Rights Reserved
Template Created by Maskolis
Proudly powered by Blogger